Oleh : Drs. Mas Hary Sanyoto, M.M.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status social ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.
Pendidikan Luar Biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental social dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tujuannya agar anak-anak tersebut mampu mengembangkan pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat sehingga mampu hidup mandiri dan mengadakan interaksi dengan lingkungan social di sekitarnya. Namun kenyataannya jumlah anak berkebutuhan khusus yang mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya masih sangat sedikit. Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik saat ini ada sekitar 1.500.000 anak berkebutuhan khusus, sedangkan yang sudah memperoleh layanan pendidikan kurang lebih 60.000 anak. Kesenjangan ini di antaranya disebabkan oleh masih adanya hambatan dalam pola pikir masyarakat kita yang masih cenderung dikotomis dan memandang anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus dianggap berbeda dengan anak normal. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu dibantu dan dikasihani. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar sangat merugikan anak-anak berkebutuhan khusus secara realistis, dengan melihat apa yang dapat dikerjakan oleh masing-masing anak. Setiap anak mempunyai kekurangan namun sekaligus mempunyai kelebihan. Oleh karena itu, dalam memandang anak berkebutuhan khusus, kita harus melihat dari segi kemampuan sekaligus ketidakmampuannya. Anak berkebutuhan khusus hendaknya kelainan, baik dalam bentuk perhatian kasih sayang, pendidikan maupun dalam berinteraksi social. Dengan demikian, mereka akan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Didasari bahwa kelainan seorang anak memiliki tingkatan dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda, hingga yang kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis, dan social. Mereka merupakan kelompok yang heterigen, terdapat di berbagai strata social, dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan bahkan di daerah-daerah terpencil. Kelainan seseorang tidak memandang suatu suku atau bangsa. Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tersebut terdapat anak yang karena kondisi kelainannya tidak memungkinkan dating ke sekolah. Mereka terpaksa berada di luar rumah dan biasanya tidak tersentuh pendidikan yang mereka perlukan. Ada pula di antara mereka yang berada dalam perawatan di rumah sakit berbulan bulan lamanya tanpa memperoleh pendidikan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan (sekolah) bagi mereka. Pada dasarnya sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan sekolah anak-anak pada umumnya. Namun karena kondisi dan karakteristik kelainan anak yang disandang anak berkebutuhan khusus, maka sekolah bagi mereka dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik kelainannya. Sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus ada beberapa macam, ada Sekolah Luar Biasa (SLB), ada Sekolah Dasar Luar Biasa ada Sekolah Terpadu atau Mainstreaming dan Sekolah Inklusi. SLB adalah sekolah yang dirancang khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus daru satu jenis kelainan. Di Indonesia kita kenal ada SLB bagian A khusus untuk anak Tunanetra, SLB bagian B khusus anak Tunarungu, SLB C khusus anak Tunagrahita dan sebagainya. Dalam satu unit SLB biasanya terdapat berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP hingga lanjutan. SDLB berbeda dengan SLB, SDLB adalah bentuk persekolahan (Layanan Pendidikan) bagi anak berkebutuhan khusus hanya untuk jejang pendidikan SD. Selain itu siswa SDLB tidak hanya terdiri dari satu jenis dari satu jenis kelainan saja, tetapi bisa dari berbagai jenis kelainan, misalkan dalam satu unit SDLB dapat menerima sisawa Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa, Tunanetra, bahkan siswa Autis.
Dewasa ini ditengah dikembangkan Pendidikan Inklusi. Pengembangan Pendidikan Inklusi ini tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluru Dunia terutama negara-negara Eropa Barat. Dalam pendidikan Inklusi anak-anak berkebutuhan khusus diintegrasikan ke sekolah-sekolah umum dengan menggunakan se optimal mungkin seluruh fasilitas yang ada serta dukungan lingkungan sekolah. Pelaksanaan Pendidikan Inklusi ini dilandasi keyakinan bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat, apapun perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti semua anak terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang budaya atau bahasa, agama atau jender, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Diharapkan dengan berbagai alternatif jenis pelayanan pendidikan (sekolah) seperti diatas, orang tua dapat memilih Sekolah Luar Biasa yang dirasa paling tepat bagi pendidikan putra putrinya yang berkelainan. Tidak ada alasan untuk tidak menyekolahkan anaknya yang berkelainan, hanya karena tidak ada sekolah bagi mereka.
sumber: http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=181
Tidak ada komentar:
Posting Komentar