Lokasi pembuangan akhir sampah (LPA) Bantar Gebang merupakan pusat penampungan seluruh sampah dari wilayah bekasi dan DKI jakarta, lokasi beroperasi sejak tahun 1989 dengan luas areal 23 ribu m3/hari dari berbagai jenis sampah yang berasal dari pasar umum, swalayan, restoran, hotel dan rumah tangga.
Pemulung anak merupakan komunitas yang selayaknya memperoleh hak-hak dasarnya dengan baik. Mereka dapat bermain dan belajar sebagaimana layaknya anak-anak yang lain bisa menikmati masa kanak-kanak dan terlindung dari bahaya kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
Dari tahun ke tahun jumlah pemulung senantiasa berubah dan bertamabah, demikian juga dengan pemulung anak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh situasi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum terselesaikan dimana terjadi penyempitan lapangan pekerjaan, pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Dan meningkatnya harga kebutuhan pokok sehingga mendorong pelibatan seluruh anggota keluarga untuk ikut bekerja
Lokasi pembuangan akhir sampah (LPA) Bantar Gebang merupakan pusat penampungan seluruh sampah dari wilayah bekasi dan DKI jakarta, lokasi beroperasi sejak tahun 1989 dengan luas areal 23 ribu m3/hari dari berbagai jenis sampah yang berasal dari pasar umum, swalayan, restoran, hotel dan rumah tangga.
Kehadiran LPA Bantar gebang telah memunculkan komunitas baru dimana mereka merupakan kelompok migran dari jawa barat, jawa tengah, dan madura yang bekerja sebagai pengais sampah. Lokasi ini merupakan ladang pekerjaan dan tempat bergantung dalam memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan komunitas tersebut sudah menganggap bahwa LPA Bantar Gebang sebagai tambang emas terbuka.
Dimana mereka memperoleh pekerjaan dengan mudah dan memberikan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun pekerjaan resiko kecelakaan dan ancaman bahaya dari buruknya lingkungan kerja begitu pula lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif untuk perkembangan fisik, kesehatan moral dan moral bagi anak.
Hambatan yang dirasakan oleh anak dalam mendapatkan hak-haknya dikarenakan (1) Kondisi keluarga yang migran dan miskin menyebabkan anak-anak hidup tanpa identitas kewarganegaraan, (2) tempat tinggal yang tidak memadai dan lingkungan tak bersanitasi berdampak pada buruknya status kesehatan pemulung anak, (3) komunitas illegal berdampak pada kesulitan memperoleh akses pelayanan publik, seperti PENDIDIKAN dan kesehatan. Kondisi ini tentunya tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak pada situasi yang lebih buruk bagi anak Indonesia.
Yayasan Dinamika Indonesia yang didirikan tahun 1989 bersama Portalinfaq melakukan kegiatan kerjasama yang difokuskan kepada bidang pendidikan dan Sosial. Kerjasama yang berlangsung ini merupakan kerjasama yang ketiga dalam program pendidikan khususnya bagi anak-anak pemulung yang bersekolah di dalam LPA Bantar Gebang.
Sampai saat ini jumlah murid yang telah bersekolah di Sekolah formal di bawah bimbingan Yayasan Dinamika Indonesia sebanyak 210 siswa baik ditingat SD maupun SLTP, sedangkan ruangan sekolah yang dimiliki hanya mempunyai 4 kelas dan ini untuk bagi siswa-siswi kelas 1 sampai dengan kelas 5, sedangkan untuk mereka yang akan ke kelas 6 direkomendasikan oleh pihak sekolah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta yang telah bekerjasama dengan Yayasan dinamika Indonesia.
Begitu pula bagi mereka yang telah tamat SD juga diusahakan untuk tetap melanjutkan kejenjang SLTP disekitarnya agar kesinambungan pendidikan yang mereka dapati akan menjadi bekal untuk kehidupan yang lebih baik. Dukungan bagi Anak untuk belajar ini dimaksudkan agar anak-anak pemulung dapat menggunakan hak-hak dasarnya dan mengurangi jam kerja anak dalam membantu orang tua mereka sebagai pemulung.
Sasaran lain yang hendak dicapai dari proses pembelajaran ini secara tidak langsung adalah kelompok-kelompok dalam komunitas dalam situasi khusus yaitu : (1) Keluarga pekerja anak, (2) Tokoh komunitas pemulung, (3) Pemerintah daerah dimana komunitas pemulung berasal dan pihak-pihak yang mengelola LPA BantarGebang.
Kesadaran akan perhatian kepada pekerja anak dan pendidikan anak membutuhkan waktu dan pemahaman tentang kewajiban anakpun belum sepenuhnya diketahui oleh para komunitas pemulung bahkan secara legalitaspun Undang-Undang tentang Pekerja Anak belum dilaksanakan secara baik dan konsisten. Untuk itulah peran LSM dan masyarakat dalam membangun kesadaran pendidikan bagi pekerja anak sangat dibutuhkan dalam bentuk kepedulian sosial membantu mereka untuk tetap bersekolah.
http://pendidikanlayanankhusus.wordpress.com
Pemulung anak merupakan komunitas yang selayaknya memperoleh hak-hak dasarnya dengan baik. Mereka dapat bermain dan belajar sebagaimana layaknya anak-anak yang lain bisa menikmati masa kanak-kanak dan terlindung dari bahaya kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
Dari tahun ke tahun jumlah pemulung senantiasa berubah dan bertamabah, demikian juga dengan pemulung anak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh situasi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum terselesaikan dimana terjadi penyempitan lapangan pekerjaan, pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin. Dan meningkatnya harga kebutuhan pokok sehingga mendorong pelibatan seluruh anggota keluarga untuk ikut bekerja
Lokasi pembuangan akhir sampah (LPA) Bantar Gebang merupakan pusat penampungan seluruh sampah dari wilayah bekasi dan DKI jakarta, lokasi beroperasi sejak tahun 1989 dengan luas areal 23 ribu m3/hari dari berbagai jenis sampah yang berasal dari pasar umum, swalayan, restoran, hotel dan rumah tangga.
Kehadiran LPA Bantar gebang telah memunculkan komunitas baru dimana mereka merupakan kelompok migran dari jawa barat, jawa tengah, dan madura yang bekerja sebagai pengais sampah. Lokasi ini merupakan ladang pekerjaan dan tempat bergantung dalam memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan komunitas tersebut sudah menganggap bahwa LPA Bantar Gebang sebagai tambang emas terbuka.
Dimana mereka memperoleh pekerjaan dengan mudah dan memberikan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun pekerjaan resiko kecelakaan dan ancaman bahaya dari buruknya lingkungan kerja begitu pula lingkungan tempat tinggal yang tidak kondusif untuk perkembangan fisik, kesehatan moral dan moral bagi anak.
Hambatan yang dirasakan oleh anak dalam mendapatkan hak-haknya dikarenakan (1) Kondisi keluarga yang migran dan miskin menyebabkan anak-anak hidup tanpa identitas kewarganegaraan, (2) tempat tinggal yang tidak memadai dan lingkungan tak bersanitasi berdampak pada buruknya status kesehatan pemulung anak, (3) komunitas illegal berdampak pada kesulitan memperoleh akses pelayanan publik, seperti PENDIDIKAN dan kesehatan. Kondisi ini tentunya tidak bisa dibiarkan karena akan berdampak pada situasi yang lebih buruk bagi anak Indonesia.
Yayasan Dinamika Indonesia yang didirikan tahun 1989 bersama Portalinfaq melakukan kegiatan kerjasama yang difokuskan kepada bidang pendidikan dan Sosial. Kerjasama yang berlangsung ini merupakan kerjasama yang ketiga dalam program pendidikan khususnya bagi anak-anak pemulung yang bersekolah di dalam LPA Bantar Gebang.
Sampai saat ini jumlah murid yang telah bersekolah di Sekolah formal di bawah bimbingan Yayasan Dinamika Indonesia sebanyak 210 siswa baik ditingat SD maupun SLTP, sedangkan ruangan sekolah yang dimiliki hanya mempunyai 4 kelas dan ini untuk bagi siswa-siswi kelas 1 sampai dengan kelas 5, sedangkan untuk mereka yang akan ke kelas 6 direkomendasikan oleh pihak sekolah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta yang telah bekerjasama dengan Yayasan dinamika Indonesia.
Begitu pula bagi mereka yang telah tamat SD juga diusahakan untuk tetap melanjutkan kejenjang SLTP disekitarnya agar kesinambungan pendidikan yang mereka dapati akan menjadi bekal untuk kehidupan yang lebih baik. Dukungan bagi Anak untuk belajar ini dimaksudkan agar anak-anak pemulung dapat menggunakan hak-hak dasarnya dan mengurangi jam kerja anak dalam membantu orang tua mereka sebagai pemulung.
Sasaran lain yang hendak dicapai dari proses pembelajaran ini secara tidak langsung adalah kelompok-kelompok dalam komunitas dalam situasi khusus yaitu : (1) Keluarga pekerja anak, (2) Tokoh komunitas pemulung, (3) Pemerintah daerah dimana komunitas pemulung berasal dan pihak-pihak yang mengelola LPA BantarGebang.
Kesadaran akan perhatian kepada pekerja anak dan pendidikan anak membutuhkan waktu dan pemahaman tentang kewajiban anakpun belum sepenuhnya diketahui oleh para komunitas pemulung bahkan secara legalitaspun Undang-Undang tentang Pekerja Anak belum dilaksanakan secara baik dan konsisten. Untuk itulah peran LSM dan masyarakat dalam membangun kesadaran pendidikan bagi pekerja anak sangat dibutuhkan dalam bentuk kepedulian sosial membantu mereka untuk tetap bersekolah.
http://pendidikanlayanankhusus.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar